BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
“Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menapsirkannya menjadi nilai (berupa data kualitatif dan kuantitatif) sesuai dengan standar tertentu” (Kosadi, et.al, 1994 : 1-2). Evaluasi pendidikan dan pengajaran merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan. Dengan pelaksanaan evaluasi akan didapatkan suatu data, baik itu data kualitatif maupun data kuantitatif. Data tersebut ditapsirkan dalam bentuk nilai. Nilai yang dibuat disesuaikan dengan standar tertentu. Penilaian yang diperoleh siswa sebagai patokan atau acuan untuk prestasi siswa. Siswa dapat meningkatkan nilai yang diperolehnya jika ternyata nilai sebelumnya rendah, sebaliknya siswa pun akan mempertahankan nilai tinggi yang telah diperolehnya. Oleh karena itu hasil evaluasi perlu diberitahukan pada siswa dan penilaian harus dilaksanakan secara objektif.
Tujuan penilaian menurut Nurgiyantoro adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan kita terhadap tingkah laku hasil belajar siswa.
3. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang-bidang atau topik-topik tertentu.
4. Untuk menentukan layak tidaknya seorang siswa dinaikkan ke tingkat di atasnya atau dinyatakan lulus dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
5. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan (1995 : 14-15).
Tujuan Evaluasi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah :
1. Mengukur tingkat pengetahuan tentang Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Mengukur tingkat keterampilan berbahasa dan berapresiasi sastra.
3. Mengukur sikap terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia (Kosadi, et.al, 1994 : 15).
Dilihat dari tujuan penilaian dan tujuan evaluasi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pelaksanaan evaluasi merupakan hal sangat penting. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran secara umum. Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan harus diikuti atau disertai dengan kegiatan evaluasi untuk memberikan penilaian. Kiranya tidak sempurna jika suatu pengajaran tidak diikuti oleh suatu penilaian. Tanpa melakukan suatu evaluasi, tidak mungkin dapat menilai dan melaporkan hasil secara objektif.
Kegiatan evaluasi memerlukan suatu alat di antaranya adalah tes. Salah satu jenis tes yaitu Tes Sumatif atau Ulangan Umum yang diberikan pada siswa sesudah jumlah kegiatan belajar diselesaikan dalam suatu periode tertentu. Periode tertentu di sini biasanya caturwulan atau semester. Tujuannya adalah mengumpulkan data atau informasi untuk menentukan target dan taraf serap siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan.
Tes sumatif biasanya terdiri dari dua bentuk tes yaitu bentuk tes objektif dan bentuk tes esai. Tes objektif salah satu jenisnya adalah pilihan berganda yang memiliki kelebihan dan kelemahan, baik itu bagi pembuat soal maupun bagi siswa.
Kelebihan bentuk tes objektif adalah :
1. Dapat mengambil bahan yang akan diteskan secara lebih menyeluruh daripada tes esai.
2. Hanya memungkinkan adanya satu jawaban yang benar.
3. Mudah dikoreksi karena tinggal mencocokkan jawaban siswa dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan.
4. Hasil pekerjaan tes objektif dapat dikoreksi secara cepat dengan hasil yang dapat dipercaya (Nurgiyantoro, 1995 : 76-77)
Dari pendapat Nurgiyantoro di atas dapat diketahui pembuat soal lebih leluasa untuk mengambil bahan yang akan diteskan, selain itu hasil pekerjaan siswa mudah dan cepat dikoreksi. Namun, bentuk tes objektif juga memiliki kelemahan.
Kelemahan bentuk tes objektif adalah :
1. Penyusunan tes objektif membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, di samping membutuhkan ketelitian, kecermatan dan kemampuan khusus dari pihak guru.
2. Ada kecenderungan guru yang menekankan perhatiannya pada pokok-pokok bahasan tertentu saja sehingga tes tidak bersifat komprehensif.
3. Pihak siswa yang mengerjakan tes mungkin sekali melakukan hal-hal yang bersifat untung-untungan.
4. Tes objektif biasanya panjang sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk pengadaannya (Nurgiyantoro, 1995 : 77-78).
Bagi pihak siswa kelemahan bentuk tes objektif memungkinkan siswa untuk bersifat untung-untungan, salah satu kemungkinan disebabkan soal-soal yang dibuat kurang memenuhi syarat-syarat alat tes yang baik. Dengan adanya kelebihan dan kelemahan bentuk tes objektif, tentu soal-soal yang dibuat harus dapat dipertanggungjawabkan sehingga kelemahan-kelemahan itu dapat berkurang.
Tes sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu, tes harus dipertanggungjawabkan sebagai alat penilaian yang baik. Bagaimanapun baiknya proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru tanpa ditunjang oleh alat tes yang baik, maka keberhasilan belajar siswa pun tidak akan baik pula. Untuk keperluan itu, dibutuhkan informasi apakah alat tes yang diberikan telah memenuhi syarat-syarat baik yang dimaksud sebagai alat tes.
Tuckman mengungkapkan bahwa “alat tes yang baik harus dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai kriteria atau segi, yaitu segi kelayakan (appropriateness), kesahihan (validity), ketepercayaan (reliability), ketertapsiran (interpretability) dan kebergunaan (usability)” (dalam Nurgiyantoro, 1975 : 209).
Salah satu cara untuk mengetahui informasi alat tes yang memenuhi syarat-syarat di atas yaitu dilakukan dengan cara menganalisis alat tes yang dimaksud. Dalam hal ini terutama menganalisis hasil ulangan umum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI Caturwulan I di SDN Banjarsari 05.
untuk lebih jelas detail silahkan hubungi ke Klik Saja Coy
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Komen-nya yah,,,,,!!